Borobudur
yang sejak tahun 1991 termasuk dalam situs warisan budaya UNESCO, lebih dikenal
masyarakat sebagai salah satu tujuan wisata di Yogyakarta, padahal secara
administratif, Candi Buddha yang diklaim terbesar di dunia ini terletak di
kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Letak geografis Borobudur dikelilingi
oleh pegunungan di antaranya Gunung Merbabu dan Merapi di sisi Timur,
Pegunungan Menoreh di sisi selatan, serta Gunung Sumbing-Sindoro di sisi Barat
Laut.
Borobudur
diperkirakan didirikan pada abad ke 8-9 Masehi, dalam lingkup kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya, pada masa pemerintahan Samaratungga dari Dinasti Syailendra
dengan aliran kepercayaan Buddha Mahayana. Gunadharma disebut-sebut sebagai
tokoh arsitek dibalik perencanaan dan perancangannya.
Kemegahan
Borobudur disusun oleh batuan andesit dalam jumlah puluhan ribu meter kubik
sebagai penyangga/ struktur masif penopang beban candi itu sendiri. Batuan
andesit ini disinyalir berasal dari gunung terdekat dari Borobudur, Gunung
Merapi yang ’sangat produktif’ memuntahkan materialnya dalam setiap kali
peristiwa erupsi. Para ahli menemukan persamaan kandungan pasir hitam pada
batuan andesit penyusun Candi Borobudur dengan material pasir hitam yang
dimuntahkan gunung teraktif di dunia tersebut.
Borobudur,
dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah terlepas dari imbas letusan Gunung
Merapi. Pada peristiwa letusan besar Merapi di tahun 2010 pun, memanen hujan
abu yang cukup tebal dan pekat, yang tidak habis dibersihkan hampir dalam waktu
satu tahun. Diperkirakan pada awal abad ke 10 telah terjadi letusan dasyat yang
membuat Borobudur terkubur dan terlupakan masyarakat selama berabad-abad,
disamping karena fluktuasi situasi politik, pergantian kekuasaan dan aliran
kepercayaan yang diyakini masyarakat. Kemudian ketika Inggris menguasai
Indonesia, seorang gubernur yang menjabat di jawa, Sir Thomas Stanford Raffles
mengupayakan ‘penemuan kembali’ candi megah ini.
Menikmati
view dari teras tingkatan atas tentu saja menyenangkan. Bangunan dengan suasana
yang terasa ‘lebih terbuka’ dibandingkan dengan level di bawahnya yang dibatasi
dinding relief, di sepanjang keliling teras pengunjung dapat memandang lepas
sekeliling borobudur sebagai pembatas horizon. Bagi saya pribadi, mengenali
desa dan kampung halaman kerabat dari titik ketinggian teras Borobudur menjadi
kebanggaan tersendiri.
Tidak
jauh berbeda dengan Borobudur, Dieng yang dikenal sebagai kawasan vulkanik
aktif, juga menyimpan cerita peradaban kejayaan masa lalu. Terbukti dengan
keberadaan kompleks-kompleks Candi Hindu yang ditemukan tersebar di sejumlah
pelataran. Candi-candi yang dikenal dengan nama tokoh-tokoh pewayangan seperti
Gatotkaca dan Arjuna diperkirakan mulai dibangung pada abad ke 7 di zaman
dinasti Sanjaya.
Berbeda
dengan Wangsa Syailendra yang beraliran Buddha Mahayana, Wangsa Sanjaya
beraliran Hindu Syiwa. Kedua Wangsa ini berkembang di zaman yang sama, dimana
aliran Buddha dengan daerah kekuasaan Jawa Tengah bagian Selatan dan aliran
Hindu di Jawa Tengah bagian Utara. Penyatuan kekuasaan kedua aliran ini terjadi
pada pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya dan
Pramodyawardhani dari Wangsa Syailendra.
Material
utama candi-candi dieng berupa batuan andesit disinyalir merupakan ’sumber daya
alam’ imbas erupsi gunung sindoro. Tak jauh dari Gunung Sindoro, berdiri
kembarannya bernama Gunung Sumbing. Apabila anda datang dari arah Semarang atau
Magelang, melewati pertigaan Secang, setelah melalui Temanggung, memasuki
daerah bernama Parakan, anda akan dimanjakan melintas jalan raya di antara
Sumbing-Sindoro yang tentu saja sarat akan keindahan.
Dieng
ibaratnya sebuah gunung vulkanik raksasa dengan kandungan geothermal yang
bermuara di beberapa titik kawah. Kawah Sinila yang terkenal dengan tragedi gas
beracun dan gempa di tahun 1979 telah menewaskan ratusan penduduk serta hewan
ternak.
Telaga Warna
Telaga Penglion
Telaga Menjer
Danau
lain yang sedikit terpisah dari kawasan dieng dan tidak kalah menarik adalah
Telaga Menjer, terletak di desa Maron Kecamatan Garung. Konon, terbentuknya
telaga ini akibat letusan vulkanik di kaki gunung Pakuwaja. Dinding telaga
dibagasi oleh hutan cemara di satu sisi dan Pegunungan dengan batu alam indah
di sisi lainnya. Sebagian air telaga dialirkan untuk kegiatan PLTA Garung. View
Gunung Sindoro tampak cantik membingkai komposisi pemandangan dari danau ini.
G.Sindoro
Kemegahan
Borobudur dan kecantikan Dieng, adalah saksi sejarah, seolah memisahkan daerah
kekuasaan yang dilandasi keyakinan masyarakat antara Hindu dan Buddha, menyatukannya
dalam kenyataan geografis kepungan cincin api antara
Sumbing-Sindoro-Merapi-Merbabu, rentetan erupsi demi erupsi muntahan panas
bumi, sekaligus menyatukannya dalam kisah cinta Rakai Pikatan dan Pramodya
Wardhani
No comments:
Post a Comment