January 3, 2013

Antara Borobudur dan Dieng, Tentang Sejarah, Potensi Alam dan Romantisme


Borobudur yang sejak tahun 1991 termasuk dalam situs warisan budaya UNESCO, lebih dikenal masyarakat sebagai salah satu tujuan wisata di Yogyakarta, padahal secara administratif, Candi Buddha yang diklaim terbesar di dunia ini terletak di kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Letak geografis Borobudur dikelilingi oleh pegunungan di antaranya Gunung Merbabu dan Merapi di sisi Timur, Pegunungan Menoreh di sisi selatan, serta Gunung Sumbing-Sindoro di sisi Barat Laut.


Borobudur diperkirakan didirikan pada abad ke 8-9 Masehi, dalam lingkup kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, pada masa pemerintahan Samaratungga dari Dinasti Syailendra dengan aliran kepercayaan Buddha Mahayana. Gunadharma disebut-sebut sebagai tokoh arsitek dibalik perencanaan dan perancangannya.

 

Kemegahan Borobudur disusun oleh batuan andesit dalam jumlah puluhan ribu meter kubik sebagai penyangga/ struktur masif penopang beban candi itu sendiri. Batuan andesit ini disinyalir berasal dari gunung terdekat dari Borobudur, Gunung Merapi yang ’sangat produktif’ memuntahkan materialnya dalam setiap kali peristiwa erupsi. Para ahli menemukan persamaan kandungan pasir hitam pada batuan andesit penyusun Candi Borobudur dengan material pasir hitam yang dimuntahkan gunung teraktif di dunia tersebut.


Borobudur, dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah terlepas dari imbas letusan Gunung Merapi. Pada peristiwa letusan besar Merapi di tahun 2010 pun, memanen hujan abu yang cukup tebal dan pekat, yang tidak habis dibersihkan hampir dalam waktu satu tahun. Diperkirakan pada awal abad ke 10 telah terjadi letusan dasyat yang membuat Borobudur terkubur dan terlupakan masyarakat selama berabad-abad, disamping karena fluktuasi situasi politik, pergantian kekuasaan dan aliran kepercayaan yang diyakini masyarakat. Kemudian ketika Inggris menguasai Indonesia, seorang gubernur yang menjabat di jawa, Sir Thomas Stanford Raffles mengupayakan ‘penemuan kembali’ candi megah ini.


Menikmati view dari teras tingkatan atas tentu saja menyenangkan. Bangunan dengan suasana yang terasa ‘lebih terbuka’ dibandingkan dengan level di bawahnya yang dibatasi dinding relief, di sepanjang keliling teras pengunjung dapat memandang lepas sekeliling borobudur sebagai pembatas horizon. Bagi saya pribadi, mengenali desa dan kampung halaman kerabat dari titik ketinggian teras Borobudur menjadi kebanggaan tersendiri.

Tidak jauh berbeda dengan Borobudur, Dieng yang dikenal sebagai kawasan vulkanik aktif, juga menyimpan cerita peradaban kejayaan masa lalu. Terbukti dengan keberadaan kompleks-kompleks Candi Hindu yang ditemukan tersebar di sejumlah pelataran. Candi-candi yang dikenal dengan nama tokoh-tokoh pewayangan seperti Gatotkaca dan Arjuna diperkirakan mulai dibangung pada abad ke 7 di zaman dinasti Sanjaya.

 
Berbeda dengan Wangsa Syailendra yang beraliran Buddha Mahayana, Wangsa Sanjaya beraliran Hindu Syiwa. Kedua Wangsa ini berkembang di zaman yang sama, dimana aliran Buddha dengan daerah kekuasaan Jawa Tengah bagian Selatan dan aliran Hindu di Jawa Tengah bagian Utara. Penyatuan kekuasaan kedua aliran ini terjadi pada pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya dan Pramodyawardhani dari Wangsa Syailendra.


Material utama candi-candi dieng berupa batuan andesit disinyalir merupakan ’sumber daya alam’ imbas erupsi gunung sindoro. Tak jauh dari Gunung Sindoro, berdiri kembarannya bernama Gunung Sumbing. Apabila anda datang dari arah Semarang atau Magelang, melewati pertigaan Secang, setelah melalui Temanggung, memasuki daerah bernama Parakan, anda akan dimanjakan melintas jalan raya di antara Sumbing-Sindoro yang tentu saja sarat akan keindahan.


Dieng ibaratnya sebuah gunung vulkanik raksasa dengan kandungan geothermal yang bermuara di beberapa titik kawah. Kawah Sinila yang terkenal dengan tragedi gas beracun dan gempa di tahun 1979 telah menewaskan ratusan penduduk serta hewan ternak.

Telaga Warna

Telaga Penglion

Telaga Menjer
 
Danau lain yang sedikit terpisah dari kawasan dieng dan tidak kalah menarik adalah Telaga Menjer, terletak di desa Maron Kecamatan Garung. Konon, terbentuknya telaga ini akibat letusan vulkanik di kaki gunung Pakuwaja. Dinding telaga dibagasi oleh hutan cemara di satu sisi dan Pegunungan dengan batu alam indah di sisi lainnya. Sebagian air telaga dialirkan untuk kegiatan PLTA Garung. View Gunung Sindoro tampak cantik membingkai komposisi pemandangan dari danau ini.

G.Sindoro
 
Kemegahan Borobudur dan kecantikan Dieng, adalah saksi sejarah, seolah memisahkan daerah kekuasaan yang dilandasi keyakinan masyarakat antara Hindu dan Buddha, menyatukannya dalam kenyataan geografis kepungan cincin api antara Sumbing-Sindoro-Merapi-Merbabu, rentetan erupsi demi erupsi muntahan panas bumi, sekaligus menyatukannya dalam kisah cinta Rakai Pikatan dan Pramodya Wardhani


No comments:

Post a Comment